Halaman

Jumat, 01 Oktober 2010

Perkembangan Pemerintahan Orde Baru

BAB VI

PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN ORDE BARU


  1. Akhir Orde Lama

  1. Pemberontakan G30S/ PKI

Gerakan 30 September (G30S), yang disebutkan para pelakunya sebagai gerakan untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari rencana kudeta dewan jenderal yang disponsori CIA, pada akhirnya justru menjadi titik awal dari kejatuhan Presiden Soekarno. Mulai 1 Oktober Presiden Soekarno bukan lagi merupakan satu-satunya pemimpin tertinggi Indonesia. Letjen Soeharto secara bertahap mulai membangun kekuatan tandingan dan melakukan pembangkangan terhadap Presiden Soekarno. Soeharto terus merongrong Soekarno. Peristiwa G30S digunakan secara maksimal oleh Soeharto untuk menggoyangkan kedudukan Presiden Soekarno terus menerus. Tekanan secara terus menerus yang dilancarkan mahasiswa membuat Presiden Soekarno akhirnya tidak mempunyai pilihan lain kecuali membubarkan kabinetnya.

Masyarakat luas yang terdiri dari berbagai unsur seperti kalangan partai politik, organisasi massa, perorangan, pemuda, mahasiswa, pelajar, kaum wanita secara serentak membentuk satu kesatuan aksi dalam bentuk Front Pancasila untuk menghancurkan para pendukung G30S/ PKI. Front Pancasila mengadakan demonstrasi di jalan-jalan raya. Pada tanggal 8 Januari 1966 mereka menuju Gedung Sekretariat Negara dengan mengajukan pernyataan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah tidak dapat dibenarkan. Kemudian pada tanggal 12 Januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila berkumpul di halaman Gedung DPR-GR untuk mengajukan Tritura (pembubaran PKI beserta organisasi massanya, pembersihan kabinet Dwikora, penurunan harga-harga barang).

Soeharto menggunakan G30S untuk melenyapkan lawan politiknya dan musuh-musuh pribadi. Begitu peristiwa G30S terjadi yang pertama kali dilakukan Soeharto adalah mengejar pelakunya, antara lain Letkol Untung; Brigjen Supardjo; dan Kolonel Soeherman. Kemudian mengejar PKI, organisasi dibawahnya dan simpatisannya. Soeharto juga menangkap orang-orang yang setia terhadap Presiden Soekarno, mereka dipenjara tanpa alasan yang jelas. Dan ketika diperlukan alasan untuk diajukan ke pengadilan, dibuat bahwa mereka terlibat G30S. Setelah peristiwa G30S terjadi pembunuhan massal anggota PKI dan simpatisannya di berbagai wilayah di Indonesia tahun 1965-1966, serta pembuangan ke Pulau Buru 1969-1979. Pada tanggal 20 Februari 1967, Soekarno mengajukan surat pengunduran diri dan menyerahkan kekuasaan pada Letjen Soeharto.

  1. SUPERSEMAR

Tanggal 21 Februari 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora “yang disempurnakan” yang dikenal dengan Kabinet 100 Menteri. Kabinet 100 Menteri dilantik pada tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAMI/KAPPI yang didukung oleh Kostrad dan RPKAD memblokir jalan masuk istana. Aksi itu dihadang oleh Pasukan Cakrabirawa. Hal ini menyebabkan terjadinya bentrokan antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran. Dalam peristiwa itu, seorang mahasiswa Universitas Indonesia yang bernama Arief Rahman Hakim gugur dalam bentrokan tersebut. Dalam sidang tersebut Soeharto tidak hadir. Isi Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR) antara lain Presiden Soekarno memberikan kekuasaan pada Letjen Soeharto untuk dan atas nama Presiden mengambil tindakan yang dianggap perlu demi terjaminnya keamanan, ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden serta demi keutuhan bangsa dan negara RI serta melaksanakan dengan pasti ajaran-ajaran panglima besar revolusi. Namun Letjen Soeharto menganggap Surat Perintah 11 Maret 1966 sebagai penyerahan kekuasaan walaupun Presiden Soekarno sudah menegaskan bahwa Surat Perintah 11 Maret 1966 bukan merupakan penyerahan kekuasaan. Begitu menggenggam Supersemar langkah pertama yang dilakukan Soeharto adalah membubarkan PKI. Secara bertahap dan sistematis, Soeharto memotong pilar-pilar penopang kekuasaan kekuasaan Presiden Soekarno dengan langkah-langkah pembersihannya. Peran Presiden sebagai presiden terpinggirkan. Bahkan sampai sekarang naskah asli Supersemar belum ditemukan.

  1. Pemerintahan Orde Baru

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di masa lampau.

Berikut ini beberapa kebijakan dalam masa Orde baru.

  1. Bidang ekonomi

Dalam masa Orde Baru mengutamakan pertumbuhan ekonomi dalam setiap kebijakan ekonominya. Doktrin pembangunan Orde Baru tertuang dalam Trilogi Pembangunan yaitu stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan pemerataan hasil pembangunan.

Trilogi Pembangunan ini dimanifestasikan dalam kebijakan pemerintah yang dinamakan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dalam rangka memajukan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Repelita I sampai Repelita IV menitikberatkan pada sektor pertanian sebagai pilar utama perekonomian Indonesia, sedangkan mulai Repelita V menitikberatkan pada sektor jasa dan perdagangan.

  1. Bidang politik

  1. Dwifungsi ABRI

Militer pada masa Orde Baru mempunyai jaringan dan akses yang besar pada kekuasaan. Dwifungsi ABRI-lah yang membuat peranan militer begitu kuat dalam dunia politik. Doktrin Dwifungsi ABRI menekankan pentingnya peranan militer tidak saja mengurusi pertahanan keamanan negara, tetapi juga dalam dunia sosial politik. Begitu banyak anggota ABRI, baik yang masih aktif maupun yang telah pensiun terjun ke dunia politik praktis.

  1. Dua partai politik dan satu golongan karya

Konstelasi politik Orde Baru ditunjukkan dengan adanya dua partai politik dan satu golongan karya. Akan tetapi dalam praktik politik sehari-hari muncul ketidakseimbangan di antara ketiga unsure tersebut. Golongan karya yang sebenarna bukan partai politik, justru merupakan kekuatan politik terbesar dan paling berpengaruh.

  1. Birokrasi

Sistem birokrasi yang berlaku di Indonesia pada masa orde baru tidak dapat dilepaskan dari sejarah masa lalu dalam pemerintahan kerajaan, pemerintahan kolonial dan pemerintahan Orde Lama. Masing-masing tahap tersebut membawa corak birokrasi sendiri. Dalam zaman kerajaan dimana feodalisme menjadi landasan birokrasi maka dituntut kesetiaan dan kepatuhan sepenuhnya terhadap raja dan para punggawa kerajaan, sebagai kelompok elit pemerintahan.

  1. Hubungan luar negeri

Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan kembali kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif. Untuk itu maka MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan kepentingan nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.

1) Kembali menjadi anggota PBB

Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.

Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.

2) Normalisasi hubungan dengan beberapa negara

(1) Pemulihan hubungan dengan Singapura

Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah Singapurapun menyampikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik.

(2) Pemulihan hubungan dengan Malaysia

Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:

Ø Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.

Ø Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.

Ø Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.

Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara..

3) Pendirian ASEAN(Association of South-East Asian Nations)

Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Latar belakang didirikan Organisasi ASEAN adalah adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan negara-negara secara regional dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia Tenggara.

Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk membendung perluasan paham komunisme setelah negara komunis Vietnam menyerang Kamboja.

Hubungan kerjasama yang terjalin adalah dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun negara yang tergabung dalam ASEAN adalah Indonesia, Thailand, Malysia, Singapura, dan Filipina.

4) Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia

Timor- Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 tapi kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis sebab jarak yang cukup jauh. Tahun 1975 terjadi kekacauan politik di Timor-Timur antar partai politik yang tak terselesaikan sementara itu pemerintah Portugis memilih untuk meninggalkan Timor-Timur. Kekacauan tersebut membuat sebagian masyarakat Timor-Timur yang diwakili para pemimpin partai politik memilih untuk menjadi bagian Republik Indonesia yang disambut baik oleh pemerintah Indonesia. Secara resmi akhirnya Timor-Timur menjadi bagian Indonesia pada bulan Juli 1976 dan dijadikan provinsi ke-27. Tetapi ada juga partai politik yang tidak setuju menjadi bagian Indonesia ialah partai Fretilin. Hingga akhirnya tahun 1999 masa pemerintahan Presiden Habibie melakukan jajak pendapat untuk menentukan status Timor-Timur. Berdasarkan jajak pendapat tersebut maka Timor-Timur secara resmi keluar dari Negara Kesatuan republik Indonesia dan membentuk negara tersendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorosae atau Timur Leste.


  1. Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

  • Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000

  • Sukses transmigrasi

  • Sukses KB

  • Sukses memerangi buta huruf

  • Sukses swasembada pangan

  • Pengangguran minimum

  • Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

  • Sukses Gerakan Wajib Belajar

  • Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh

  • Sukses keamanan dalam negeri

  • Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia

  • Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

  1. Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

  • Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

  • Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat

  • Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

  • Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya

  • Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)

  • Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)

  • Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

  • Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel

  • Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"

  • Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)

  • Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.

  • Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.